Partikel plutonium yang berada di
atmosfer kemudian akan dibawa ke lapisan atmosfer yang lebih rendah melalui
gumpalan debu letusan gunung berapi. Jadi, secara tidak langsung permukaan bumi
sedikit demi sedikit akan dipenuhi partikel plutonium yang sangat berpengaruh
bagi regenerasi kehidupan. Penelitian tentang partikel plutonium secara resmi
dipublikasi Nature
Communication edisi 7 Januari
2014.
Partikel Plutonium Berada Di Stratosfer
Tes nuklir dilakukan sejumlah negara
untuk menentukan efektivitas, hasil dan kemampuan bahan peledak. Pengujian ini
menghasilkan informasi tentang cara kerja senjata nuklir, perilaku dan kondisi
lingkungan ketika mengalami ledakan. Pertama kali ledakan nuklir terjadi pada
tanggal 16 Juli 1965 berkekuatan 20 kiloton TNT yang dilakukan oleh Amerika.
Yang paling besar pernah di uji oleh Uni Soviet di Novaya Zemlya pada tanggal
30 Oktober 1961 berdaya ledak 50 hingga 58 Megaton.
Para ilmuwan mengingatkan, konsentrasi partikel plutonium di lapisan atmosfer bagian bawah tidak akan mengancam kesehatan, tetapi bisa saja turun ke permukaan apabila debu letusan gunung terus menyelimuti selama beberapa hari. Penelitian ini didasarkan pada letusan gunung Eyjafjallajokull yang terjadi pada tahun 2010 lalu. Ketika gunung ini meletus, para ilmuwan mengambil sampel Aerosol dari troposfer dan menemukan peningkatan konsentrasi partikel radioaktif.
Para ilmuwan mengingatkan, konsentrasi partikel plutonium di lapisan atmosfer bagian bawah tidak akan mengancam kesehatan, tetapi bisa saja turun ke permukaan apabila debu letusan gunung terus menyelimuti selama beberapa hari. Penelitian ini didasarkan pada letusan gunung Eyjafjallajokull yang terjadi pada tahun 2010 lalu. Ketika gunung ini meletus, para ilmuwan mengambil sampel Aerosol dari troposfer dan menemukan peningkatan konsentrasi partikel radioaktif.
Seperti yang diketahui, serangkaian uji
coba ledakan nuklir terjadi sejak tahun 1945 hingga kini, walaupun saat ini
lebih sering diuji bawah tanah. Beberapa negara besar menguji senjata nuklir
dibawah dan permukaan bumi, bawah laut, dan uji di atmosfer yang bisa
terlihat bagaikan jamur. Penelitian pada tahun 1950-an hingga 1970-an pernah
dilakukan, hasil yang diperoleh pada waktu itu masih ada sisa-sia radioaktif di
atmosfer yang disebut Aerosol. Aerosol yang melekat pada balon dan pesawat
menunjukkan sebagian besarpartikel plutonium berada di lapisan stratosfer sekitar 1
hingga 4 tahun. tetapi akibat uji coba nuklir yang terus berlanjut, semua
partikel radioaktif masih bertahan di stratosfer hingga saat ini.
Sebagian besar partikel plutonium di
stratosfer dihitung berdasarkan konsentrasi dan tingkat peluruhan dimana
seharusnya partikel tersebut hanya bertahan antara tahun 1964 hingga 1982.
Karena pada tahun-tahun bebasnya negara menguji ledakan nuklir di udara, saat
itu diberlakukan Limited Test
Ban Treaty pada tahun 1963
sehingga percobaan meledakkan nuklir dipermukaan bumi mulai terhenti. Negara
tersebut adalah Amerika, Inggris dan Uni Soviet. Tetapi ada dua negara yang
masih terus meledakkan nuklir di udara yaitu Perancis dan Cina, bahkan pernah
meledakkan nuklir berkekuatan multi megaton. Lebih lanjut tentang serangkaian uji coba nuklir bisa diakses di halaman
Wikipedia.
Yang paling berpengaruh adalah uji coba
ledakan nuklir di atmosfer, umumnya menggunakan menara, roket, balon gas, dan
dijatuhkan dari pesawat terbang. Ledakan nuklir ini akan menarik kotoran dan
puing-puing bersama awan jamur yang mengakibatkan radiasi tinggi di udara.
Pengujian Exoatmospheric mengacu pada uji coba ledakan nuklir yang diangkut
dengan roket, dimana ledakan ini mampu menghasilkan pulse elektromagnetik
nuklir (NEMP) ketika meledak dilapisan Ionosfer. Akibat ledakan ini juga
menghasilkan kekuatan geomagnetik sehingga terlihat aurora di angkasa.
Temuan radioaktif itu mengandung
tingkat plutonium dan cesium (materi lain dari uji coba nuklir) mencapai tiga
kali lipat lebih tinggi dari tingkat yang ditemukan pada Aerosol permukaan
tanah. Tentu saja, hal ini sangat bertentangan dengan penelitian Aerosol
sebelumnya dimana mereka pada waktu itu menemukan tingkat lebih rendah di
seluruh lapisan troposfer. Letusan yang teramat kuat pada gunung berapi Eyjafjallajokull
telah mendistribusikan Radionuklida Antropogenik (partikel
radioaktif akibat aktifitas manusia) yang berada di lapisan atmosfer bawah,
tidak menutup kemungkinan radioaktif ini turun ke permukaan bumi.
Hasil temuan ini dianggap tidak
berbahaya oleh kalangan ilmuwan, manusia tidak perlu khawatir jika
sewaktu-waktu mereka menjalani serangkaian tes tidak akan mengalami gangguan
kanker akibat partikel
plutonium di lapisan stratosfer. Hal ini justru membantu ilmuwan
untuk mempelajari pergerakan partikel plutonium melalui atmosfer sebagai
penanda sirkulasi udara. Ilmuwan memperkirakan waktu rata-rata partikel
bertahan di stratosfer berkisar 2.5 hingga 5 tahun, jauh lebih lama dari dugaan
sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar