Selasa, 24 Maret 2015

Partikel Plutonium Ledakan Nuklir Di Atmosfer

Partikel plutonium yang berada di atmosfer kemudian akan dibawa ke lapisan atmosfer yang lebih rendah melalui gumpalan debu letusan gunung berapi. Jadi, secara tidak langsung permukaan bumi sedikit demi sedikit akan dipenuhi partikel plutonium yang sangat berpengaruh bagi regenerasi kehidupan. Penelitian tentang partikel plutonium secara resmi dipublikasi Nature Communication edisi 7 Januari 2014.

Partikel Plutonium Berada Di Stratosfer

Tes nuklir dilakukan sejumlah negara untuk menentukan efektivitas, hasil dan kemampuan bahan peledak. Pengujian ini menghasilkan informasi tentang cara kerja senjata nuklir, perilaku dan kondisi lingkungan ketika mengalami ledakan. Pertama kali ledakan nuklir terjadi pada tanggal 16 Juli 1965 berkekuatan 20 kiloton TNT yang dilakukan oleh Amerika. Yang paling besar pernah di uji oleh Uni Soviet di Novaya Zemlya pada tanggal 30 Oktober 1961 berdaya ledak 50 hingga 58 Megaton.

Para ilmuwan mengingatkan, konsentrasi partikel plutonium di lapisan atmosfer bagian bawah tidak akan mengancam kesehatan, tetapi bisa saja turun ke permukaan apabila debu letusan gunung terus menyelimuti selama beberapa hari. Penelitian ini didasarkan pada letusan gunung Eyjafjallajokull yang terjadi pada tahun 2010 lalu. Ketika gunung ini meletus, para ilmuwan mengambil sampel Aerosol dari troposfer dan menemukan peningkatan konsentrasi partikel radioaktif.

Seperti yang diketahui, serangkaian uji coba ledakan nuklir terjadi sejak tahun 1945 hingga kini, walaupun saat ini lebih sering diuji bawah tanah. Beberapa negara besar menguji senjata nuklir dibawah dan permukaan bumi, bawah laut, dan uji di atmosfer yang bisa terlihat bagaikan jamur. Penelitian pada tahun 1950-an hingga 1970-an pernah dilakukan, hasil yang diperoleh pada waktu itu masih ada sisa-sia radioaktif di atmosfer yang disebut Aerosol. Aerosol yang melekat pada balon dan pesawat menunjukkan sebagian besarpartikel plutonium berada di lapisan stratosfer sekitar 1 hingga 4 tahun. tetapi akibat uji coba nuklir yang terus berlanjut, semua partikel radioaktif masih bertahan di stratosfer hingga saat ini.

Sebagian besar partikel plutonium di stratosfer dihitung berdasarkan konsentrasi dan tingkat peluruhan dimana seharusnya partikel tersebut hanya bertahan antara tahun 1964 hingga 1982. Karena pada tahun-tahun bebasnya negara menguji ledakan nuklir di udara, saat itu diberlakukan Limited Test Ban Treaty pada tahun 1963 sehingga percobaan meledakkan nuklir dipermukaan bumi mulai terhenti. Negara tersebut adalah Amerika, Inggris dan Uni Soviet. Tetapi ada dua negara yang masih terus meledakkan nuklir di udara yaitu Perancis dan Cina, bahkan pernah meledakkan nuklir berkekuatan multi megaton. Lebih lanjut tentang serangkaian uji coba nuklir bisa diakses di halaman Wikipedia.
Yang paling berpengaruh adalah uji coba ledakan nuklir di atmosfer, umumnya menggunakan menara, roket, balon gas, dan dijatuhkan dari pesawat terbang. Ledakan nuklir ini akan menarik kotoran dan puing-puing bersama awan jamur yang mengakibatkan radiasi tinggi di udara. Pengujian Exoatmospheric mengacu pada uji coba ledakan nuklir yang diangkut dengan roket, dimana ledakan ini mampu menghasilkan pulse elektromagnetik nuklir (NEMP) ketika meledak dilapisan Ionosfer. Akibat ledakan ini juga menghasilkan kekuatan geomagnetik sehingga terlihat aurora di angkasa.
Temuan radioaktif itu mengandung tingkat plutonium dan cesium (materi lain dari uji coba nuklir) mencapai tiga kali lipat lebih tinggi dari tingkat yang ditemukan pada Aerosol permukaan tanah. Tentu saja, hal ini sangat bertentangan dengan penelitian Aerosol sebelumnya dimana mereka pada waktu itu menemukan tingkat lebih rendah di seluruh lapisan troposfer. Letusan yang teramat kuat pada gunung berapi Eyjafjallajokull telah mendistribusikan Radionuklida Antropogenik (partikel radioaktif akibat aktifitas manusia) yang berada di lapisan atmosfer bawah, tidak menutup kemungkinan radioaktif ini turun ke permukaan bumi.

Hasil temuan ini dianggap tidak berbahaya oleh kalangan ilmuwan, manusia tidak perlu khawatir jika sewaktu-waktu mereka menjalani serangkaian tes tidak akan mengalami gangguan kanker akibat partikel plutonium di lapisan stratosfer. Hal ini justru membantu ilmuwan untuk mempelajari pergerakan partikel plutonium melalui atmosfer sebagai penanda sirkulasi udara. Ilmuwan memperkirakan waktu rata-rata partikel bertahan di stratosfer berkisar 2.5 hingga 5 tahun, jauh lebih lama dari dugaan sebelumnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar