Rabu, 29 Oktober 2014

Sistem Rhesus Darah



Selama ini kita lebih sering mengenal sistem golongan darah A B O. Namun belakangan ini mulai banyak dikenal satu jenis golongan darah lagi, yaitu golongan darah rhesus. Golongan darah ini berbeda dengan A B O, karena hanya memiliki dua jenis, yaitu Rhesus positif (Rh+) dan Rhesus negatif (Rh-). Hmm, lalu apa bedanya golongan darah rhesus ini? Bagaimanakah penggolongannya?
Tidak jauh dari sistem A B O, golongan darah Rhesus ini juga menggolongkan darah seseorang berdasarkan adanya antigen tertentu dalam darah. Antigen yang digunakan untuk menggolongkan darah berdasarkan Rhesus disebut sebagai antigen D. Sederhananya, jika seseorang memiliki antigen D dalam darahnya, ia termasuk Rh+. Sebaliknya, jika seseorang tidak memiliki antigen D, ia termasuk Rh-.


Penggolongan darah yang kita kenal pada umumnya adalah A, B, AB, dan 0. Sebenarnya masih banyak sistem penggolongan darah lainnya, total yang sudah diketahui ada 46 macam sistem penggolongan darah, tetapi yang umum digunakan dalam ilmu kedokteran modern adalah 2 macam yaitu sistem AB0 dan sistem Rhesus.
Sistem rhesus ditemukan pertama kali oleh Karl Landsteiner, yang juga merupakan penemu sistem penggolongan darah AB0, dan Alexander Wiener. Sistem rhesus ini ditemukan pada penelitian yang dilakukan pada tahun 1940 sampai 1941. Penemuan itu diawali ketika kedua ilmuwan itu menggunakan kera jenis Monyet rhesus (Macaca mulatta), yang juga disebut Macaque Rhesus, yang memiliki karakteristik darah mirip dengan manusia sebagai bahan percobaan.

Pada percobaan itu mereka mendapati bahwa sel darah merah kera tersebut ada yang memiliki antigen dalam bentuk protein dan ada pula yang tidak. Selanjutnya sel darah merah yang mengandung antigen protein disebut sebagai rhesus positif (Rh+) dan sel darah merah yang tidak mengandung antigen protein disebut sebagai rhesus negatif (Rh-). Ternyata antigen ini juga ditemukan pada permukaan sel darah merah manusia.

Berikut uraian penelitian tentang rhesus oleh Karl Landsteiner dan Alexander Weiner yang dilakukan antara tahun 1940 sampai dengan 1941. Dalam penelitian itu kedua ilmuwan ini menggunakan darah dari monyet rhesus, guinea pigs (sejenis marmot hanya berukuran lebih kecil) dan kelinci. Berikut rangkaian percobaan tersebut:
a. Langkah pertama, eritrosit dari monyet rhesus disuntikkan ke dalam tubuh kelinci dan guinea pig.       Penyuntikan ini dimaksudkan agar guinea pig dan kelinci menghasilkan antibodi untuk eritrosit           monyet rhesus, antibody ini dinamai anti rhesus.
b. Langkah kedua, antigen/anti rhesus yang dihasilkan kelinci dan guinea pig tadi direaksikan dengan     sampel acak sel darah manusia dari berbagai tipe.
c. Langkah ketiga, hasil reaksi pada campuran tadi diamati, hasilnya adalah negatif atau positif, jika       eritrosit manusia mengalami lisis (hancur selnya) maka reaksinya positif, sebaliknya jika eritrosit       tidak mengalami kehancuran (lisis) maka reaksinya negatif.
Dari hasil eksperimen ini diketahui bahwa 85% hasil reaksi anti rhesus dan eritrosit adalah positif, sehingga kedua ilmuwan ini menyimpulkan bahwa anti rhesus juga bisa bereaksi dengan eritrosit manusia.

Golongan Darah Berdasarkan Sistem Rhesus
Penggolongan darah manusia menurut sistem rhesus dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Golongan darah rhesus positif (Rh+), yaitu orang yang pada sel darah merahnya mengadung antigen-Rh yang dapat terlihat jika dilakukan tes menggunakan anti-Rh (antibodi Rh) maka sel darah merahnya (eritrositnya) akan menggumpal.
b. Golongan darah rhesus negatif (Rh-), yaitu orang yang pada sel darah merahnya tidak mengadung antigen-Rh yang dapat terlihat jika dilakukan tes menggunakan anti-Rh (antibodi Rh) maka sel darah merahnya (eritrositnya) tidak akan menggumpal.

Dalam penelitian selanjutnya, Karl Landsteiner menemukan bahwa golongan darah Rh ini merupakan faktor keturunan (herediter), yang ditentukan oleh satu gen yang memiliki dua alel, Rh dan rh. Alel Rh bersifat dominan terhadap alel rh, akibatnya pembentukan antigen-Rh sangat ditentukan oleh gen Rh yang dominan itu. Golongan darah Rh+ genotipnya RhRh atau Rhrh, dan golongan darah Rh- genotipnya rhrh.
Sementara Alexander Wiener menyimpulkan, golongan darah Rh berasal dari suatu rangkaian alel yang terdiri dari 8 alel, berdasarkan pada fakta bahwa tidak semua golongan darah Rhesus positif memiliki anti rhesus yang sama, demikian pula untuk rhesus negatif. Kedelapan alel itu terbagi menjadi empat alel untuk Rh+ yaitu: RZ, R1, R2, dan R0 lalu empat alel untuk Rh-, yaitu: ry, r’, r’’, dan r.

Selain Landsteiner dan Wiener, ada ilmuwan lain yang melakukan penelitian serupa terhadap sistem darah rhesus, di antaranya ialah R.R. Race dan R.A. Fisher. Keduanya berpandapat bahwa golongan darah Rhesus dihasilkan dari tiga pasang gen yaitu C, D, dan E. gen ini terangkai dengan jarak sangat dekat dan dominan tehadap alel-alelnya yaitu c, d, dan e. kedua ilmuwan ini menyebutkan bahwa keberadaan antigen Rh dalam eritrosit seseorang ditentukan oleh gen D. Rhesus positif memiliki gen D dan genotif CDE, cDe, CDe, dan kombinasi lainnya. Sedangkan rhesus negatif tidak memiliki gen D genotifnya adalah Cde, cde, CdE, dan kombinasi lainnya.
Ketiganya merupakan sistem penentuan rhesus yang dikenal samapai sekarang dan masih dijadikan acuan oleh para praktisi karena masih belum bisa dipastikan sistem mana di antara ketiganya yang paling tepat.

Pengaruh Faktor Rh
Faktor Rh memiliki peranan yang penting, misalnya pada hal-hal berikut ini :
a. Transfusi darah
Seseorang yang memiliki golongan darah A dengan rhesus negatif (A-) jika diberikan tranfusi darah dengan Rh+ walaupun sama-sama bergolongan darah A (A+) akan memberikan reaksi penolakan, yaitu dengan membentuk anti Rh di dalam darahnya. Anti Rh ini akan terus bertambah di dalam darah jika transfusi dilakukan lebih dari satu kali, yang akibatnya darah orang tersebut akan menggumpal. Oleh sebab itu, selain mengetahui golongan darah dengan sistem AB0, faktor rhesus juga penting untuk diketahui agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
b. Perkawinan
Misalnya seorang pria dengan Rh+ (RhRh) menikah dengan wanita dengan Rh- (rhrh). Ketika terjadi kehamilan maka bisa dipastikan janin memiliki Rh+ (RhRh atau Rhrh), karena faktor Rh dari ayahnya adalah dominan. Pada suatu kasus akan terjadi sebagian kecil dari darah janin yang memiliki antigen Rh akan menembus plasenta dan masuk ke dalam tubuh sang ibu. Darah sang ibu akan otomatis membentuk anti Rh karena ada “benda asing” yang masuk ke dalam sistem darahnya.
Anti Rh tadi akan ikut masuk kembali ke dalam tubuh janin melalui plasenta. Di dalam tubuh janin anti Rh ini akan merusak eritrosit janin sehingga mengakibatkan janin menderita hemolisis, yaitu pecahnya membran eritrosit, yang menyebabkan hemoglobin bebas ke dalam medium sekelilingnya (plasma). Peristiwa hemolisis ini akan menghasilkan bilirubin (pigmen kuning yang muncul akibat dari pemecahan hemoglobin (Hb) di dalam hati).
Bilirubin ini memiliki sifat tidak dapat larut dalam air, tetapi mudah larut dalam lemak, sehingga kadar bilirubin bisa meningkat dengan pesat yang mengakibatkan ikterus patologis. Ikterus patologis yaitu peningkatan kadar bilirubin yang mencapai level tertentu hingga memicu kern ikterus (kerusakan otak yang disebabkan melekatnya bilirubin pada otak). Bayi yang menderita kern ikterus biasanya sekujur tubuhnya berwarna kuning.
Jika janin menderita akibat tercampurnya Rh- dan Rh+, biasanya bayi pada kehamilan pertama akan selamat karena anti Rh yang berasal dari si ibu belum terlalu banyak. Tapi pada kehamilan yang kedua dan selanjutnya bisa terjadi 2 kemungkinan yaitu, bayi akan meninggal karena anemia akut, hal ini biasanya disebut sebagai Erythroblastosis fetalis atau penyakit hemolitik pada bayi yang baru lahir, lalu kemungkinan kedua, bayi akan lahir dan hidup tetapi akan membawa cacat lumpuh atau retardasi mental (keterbelakangan mental).

Pengetahuan akan rhesus darah adalah sangat penting, terutama untuk rhesus negatif, karena rhesus negatif adalah sangat langka untuk di Indonesia, dari 67 orang hanya terdapat 1 orang yang memiliki rhesus negatif. Untuk lebih jelasnya mengenai perbandingan rhesus positif dan negatif di beberapa wilayah di dunia sebagai berikut:
a. Asia
Di wilayah Asia pemilik Rh+ tercatat mencapai 99%, sementara pemilik Rh- tercatat paling banyak hanya 1% saja. Jadi untuk wilayah Asia golongan darah dengan Rh- sangat langka.
b. Eropa
Untuk wilayah Eropa, peilik Rh- bisa mencapai 88%, sementara pemilik Rh+ hanya mencapai sekitar 12% saja.
c. Amerika
Penelitian ini dilakukan pada penduduk amerika asli (suku Indian). Pemilik Rh+ paling banyak sekitar 1% saja, sementara pemilik Rh- jumlahnya mencapai 99%. Ini kebalikan dari kondisi di Asia.
Lalu bagaimana caranya agar kita bisa mengetahui golongan darah lengkap dengan tipe rhesusnya? Ada dua pilihan yang dapat kita lakukan jika ingin mengetahui golongan darah kita legkap dengan rhesusnya, yaitu:
a. Memeriksakan diri di laboratorium khusus. Hanya saja kita harus mengeluarkan biaya yang lumayan.
b. Menjadi donor darah melalui PMI. Sebelum mendonorkan darah, jenis golongan darah kita akan diperiksa secara detail, sehingga kita pun bisa mengetahui golongan darah kita dengan lengkap. Proses ini tidak dipungut bayaran alias gratis, kita pun beramal dengan mendonorkan darah kita, serta biasanya pihak PMI akan memberikan bingkisan (bisa juga berupa makanan) sebagai tanda terima kasih.
Mengenali golongan darah kita lengkap dengan rhesusnya adalah penting, agar tidak terjadi masalah ketika kita membutuhkan transfusi darah. Ada baiknya kita mengetahui tipe darah kita sejak dini, hanya sekedar untuk berjaga-jaga.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar