Selama ini kita lebih sering mengenal sistem golongan darah
A B O. Namun belakangan ini mulai banyak dikenal satu jenis golongan darah
lagi, yaitu golongan darah rhesus. Golongan darah ini berbeda dengan A B O,
karena hanya memiliki dua jenis, yaitu Rhesus positif (Rh+) dan Rhesus negatif
(Rh-). Hmm, lalu apa bedanya golongan darah rhesus ini? Bagaimanakah
penggolongannya?
Tidak jauh dari sistem A B O, golongan darah Rhesus
ini juga menggolongkan darah seseorang berdasarkan adanya antigen tertentu
dalam darah. Antigen yang digunakan untuk menggolongkan darah berdasarkan
Rhesus disebut sebagai antigen D. Sederhananya, jika seseorang memiliki antigen
D dalam darahnya, ia termasuk Rh+. Sebaliknya, jika seseorang tidak memiliki
antigen D, ia termasuk Rh-.
Penggolongan darah yang kita kenal pada umumnya adalah A, B,
AB, dan 0. Sebenarnya masih banyak sistem penggolongan darah lainnya, total
yang sudah diketahui ada 46 macam sistem penggolongan darah, tetapi yang umum
digunakan dalam ilmu kedokteran modern adalah 2 macam yaitu sistem AB0 dan
sistem Rhesus.
Sistem rhesus ditemukan pertama kali oleh Karl Landsteiner,
yang juga merupakan penemu sistem penggolongan darah AB0, dan Alexander Wiener.
Sistem rhesus ini ditemukan pada penelitian yang dilakukan pada tahun 1940
sampai 1941. Penemuan itu diawali ketika kedua ilmuwan itu menggunakan kera
jenis Monyet rhesus (Macaca mulatta), yang juga disebut Macaque Rhesus, yang
memiliki karakteristik darah mirip dengan manusia sebagai bahan percobaan.
Pada percobaan itu mereka mendapati bahwa sel darah merah
kera tersebut ada yang memiliki antigen dalam bentuk protein dan ada pula yang
tidak. Selanjutnya sel darah merah yang mengandung antigen protein disebut
sebagai rhesus positif (Rh+) dan sel darah merah yang tidak mengandung antigen
protein disebut sebagai rhesus negatif (Rh-). Ternyata antigen ini juga
ditemukan pada permukaan sel darah merah manusia.
Berikut uraian penelitian tentang rhesus oleh Karl
Landsteiner dan Alexander Weiner yang dilakukan antara tahun 1940 sampai dengan
1941. Dalam penelitian itu kedua ilmuwan ini menggunakan darah dari monyet
rhesus, guinea pigs (sejenis marmot hanya berukuran lebih kecil) dan kelinci.
Berikut rangkaian percobaan tersebut:
a. Langkah pertama, eritrosit dari monyet rhesus disuntikkan
ke dalam tubuh kelinci dan guinea pig. Penyuntikan ini dimaksudkan agar guinea
pig dan kelinci menghasilkan antibodi untuk eritrosit monyet rhesus, antibody
ini dinamai anti rhesus.
b. Langkah kedua, antigen/anti rhesus yang dihasilkan
kelinci dan guinea pig tadi direaksikan dengan sampel acak sel darah manusia
dari berbagai tipe.
c. Langkah ketiga, hasil reaksi pada campuran tadi diamati,
hasilnya adalah negatif atau positif, jika eritrosit manusia mengalami lisis
(hancur selnya) maka reaksinya positif, sebaliknya jika eritrosit tidak
mengalami kehancuran (lisis) maka reaksinya negatif.
Dari hasil eksperimen ini diketahui bahwa 85% hasil reaksi
anti rhesus dan eritrosit adalah positif, sehingga kedua ilmuwan ini
menyimpulkan bahwa anti rhesus juga bisa bereaksi dengan eritrosit manusia.
Golongan Darah Berdasarkan Sistem Rhesus
Penggolongan darah manusia menurut sistem rhesus dibagi
menjadi dua, yaitu :
a. Golongan darah rhesus positif (Rh+), yaitu orang yang
pada sel darah merahnya mengadung antigen-Rh yang dapat terlihat jika dilakukan
tes menggunakan anti-Rh (antibodi Rh) maka sel darah merahnya (eritrositnya)
akan menggumpal.
b. Golongan darah rhesus negatif (Rh-), yaitu orang yang
pada sel darah merahnya tidak mengadung antigen-Rh yang dapat terlihat jika
dilakukan tes menggunakan anti-Rh (antibodi Rh) maka sel darah merahnya
(eritrositnya) tidak akan menggumpal.
Dalam penelitian selanjutnya, Karl Landsteiner menemukan
bahwa golongan darah Rh ini merupakan faktor keturunan (herediter), yang
ditentukan oleh satu gen yang memiliki dua alel, Rh dan rh. Alel Rh bersifat
dominan terhadap alel rh, akibatnya pembentukan antigen-Rh sangat ditentukan
oleh gen Rh yang dominan itu. Golongan darah Rh+ genotipnya RhRh atau Rhrh, dan
golongan darah Rh- genotipnya rhrh.
Sementara Alexander Wiener menyimpulkan, golongan darah Rh
berasal dari suatu rangkaian alel yang terdiri dari 8 alel, berdasarkan pada fakta
bahwa tidak semua golongan darah Rhesus positif memiliki anti rhesus yang sama,
demikian pula untuk rhesus negatif. Kedelapan alel itu terbagi menjadi empat
alel untuk Rh+ yaitu: RZ, R1, R2, dan R0 lalu empat alel untuk Rh-, yaitu: ry,
r’, r’’, dan r.
Selain Landsteiner dan Wiener, ada ilmuwan lain yang
melakukan penelitian serupa terhadap sistem darah rhesus, di antaranya ialah
R.R. Race dan R.A. Fisher. Keduanya berpandapat bahwa golongan darah Rhesus
dihasilkan dari tiga pasang gen yaitu C, D, dan E. gen ini terangkai dengan
jarak sangat dekat dan dominan tehadap alel-alelnya yaitu c, d, dan e. kedua
ilmuwan ini menyebutkan bahwa keberadaan antigen Rh dalam eritrosit seseorang
ditentukan oleh gen D. Rhesus positif memiliki gen D dan genotif CDE, cDe, CDe,
dan kombinasi lainnya. Sedangkan rhesus negatif tidak memiliki gen D genotifnya
adalah Cde, cde, CdE, dan kombinasi lainnya.
Ketiganya merupakan sistem penentuan rhesus yang dikenal
samapai sekarang dan masih dijadikan acuan oleh para praktisi karena masih
belum bisa dipastikan sistem mana di antara ketiganya yang paling tepat.
Pengaruh Faktor Rh
Faktor Rh memiliki peranan yang penting, misalnya pada
hal-hal berikut ini :
a. Transfusi darah
Seseorang yang memiliki golongan darah A dengan rhesus
negatif (A-) jika diberikan tranfusi darah dengan Rh+ walaupun sama-sama
bergolongan darah A (A+) akan memberikan reaksi penolakan, yaitu dengan
membentuk anti Rh di dalam darahnya. Anti Rh ini akan terus bertambah di dalam
darah jika transfusi dilakukan lebih dari satu kali, yang akibatnya darah orang
tersebut akan menggumpal. Oleh sebab itu, selain mengetahui golongan darah
dengan sistem AB0, faktor rhesus juga penting untuk diketahui agar tidak
terjadi hal yang tidak diinginkan.
b. Perkawinan
Misalnya seorang pria dengan Rh+ (RhRh) menikah dengan
wanita dengan Rh- (rhrh). Ketika terjadi kehamilan maka bisa dipastikan janin
memiliki Rh+ (RhRh atau Rhrh), karena faktor Rh dari ayahnya adalah dominan.
Pada suatu kasus akan terjadi sebagian kecil dari darah janin yang memiliki
antigen Rh akan menembus plasenta dan masuk ke dalam tubuh sang ibu. Darah sang
ibu akan otomatis membentuk anti Rh karena ada “benda asing” yang masuk ke
dalam sistem darahnya.
Anti Rh tadi akan ikut masuk kembali ke dalam tubuh janin
melalui plasenta. Di dalam tubuh janin anti Rh ini akan merusak eritrosit janin
sehingga mengakibatkan janin menderita hemolisis, yaitu pecahnya membran
eritrosit, yang menyebabkan hemoglobin bebas ke dalam medium sekelilingnya
(plasma). Peristiwa hemolisis ini akan menghasilkan bilirubin (pigmen kuning
yang muncul akibat dari pemecahan hemoglobin (Hb) di dalam hati).
Bilirubin ini memiliki sifat tidak dapat larut dalam air,
tetapi mudah larut dalam lemak, sehingga kadar bilirubin bisa meningkat dengan
pesat yang mengakibatkan ikterus patologis. Ikterus patologis yaitu peningkatan
kadar bilirubin yang mencapai level tertentu hingga memicu kern ikterus
(kerusakan otak yang disebabkan melekatnya bilirubin pada otak). Bayi yang
menderita kern ikterus biasanya sekujur tubuhnya berwarna kuning.
Jika janin menderita akibat tercampurnya Rh- dan Rh+,
biasanya bayi pada kehamilan pertama akan selamat karena anti Rh yang berasal
dari si ibu belum terlalu banyak. Tapi pada kehamilan yang kedua dan
selanjutnya bisa terjadi 2 kemungkinan yaitu, bayi akan meninggal karena anemia
akut, hal ini biasanya disebut sebagai Erythroblastosis fetalis atau penyakit
hemolitik pada bayi yang baru lahir, lalu kemungkinan kedua, bayi akan lahir
dan hidup tetapi akan membawa cacat lumpuh atau retardasi mental
(keterbelakangan mental).
Pengetahuan akan rhesus darah adalah sangat penting, terutama untuk rhesus negatif, karena rhesus negatif adalah sangat langka untuk di Indonesia, dari 67 orang hanya terdapat 1 orang yang memiliki rhesus negatif. Untuk lebih jelasnya mengenai perbandingan rhesus positif dan negatif di beberapa wilayah di dunia sebagai berikut:
Pengetahuan akan rhesus darah adalah sangat penting, terutama untuk rhesus negatif, karena rhesus negatif adalah sangat langka untuk di Indonesia, dari 67 orang hanya terdapat 1 orang yang memiliki rhesus negatif. Untuk lebih jelasnya mengenai perbandingan rhesus positif dan negatif di beberapa wilayah di dunia sebagai berikut:
a. Asia
Di wilayah Asia pemilik Rh+ tercatat mencapai 99%, sementara
pemilik Rh- tercatat paling banyak hanya 1% saja. Jadi untuk wilayah Asia
golongan darah dengan Rh- sangat langka.
b. Eropa
Untuk wilayah Eropa, peilik Rh- bisa mencapai 88%, sementara
pemilik Rh+ hanya mencapai sekitar 12% saja.
c. Amerika
Penelitian ini dilakukan pada penduduk amerika asli (suku
Indian). Pemilik Rh+ paling banyak sekitar 1% saja, sementara pemilik Rh-
jumlahnya mencapai 99%. Ini kebalikan dari kondisi di Asia.
Lalu bagaimana caranya agar kita bisa mengetahui golongan
darah lengkap dengan tipe rhesusnya? Ada dua pilihan yang dapat kita lakukan
jika ingin mengetahui golongan darah kita legkap dengan rhesusnya, yaitu:
a. Memeriksakan diri di laboratorium khusus. Hanya saja kita
harus mengeluarkan biaya yang lumayan.
b. Menjadi donor darah melalui PMI. Sebelum mendonorkan darah, jenis golongan darah kita akan diperiksa secara detail, sehingga kita pun bisa mengetahui golongan darah kita dengan lengkap. Proses ini tidak dipungut bayaran alias gratis, kita pun beramal dengan mendonorkan darah kita, serta biasanya pihak PMI akan memberikan bingkisan (bisa juga berupa makanan) sebagai tanda terima kasih.
b. Menjadi donor darah melalui PMI. Sebelum mendonorkan darah, jenis golongan darah kita akan diperiksa secara detail, sehingga kita pun bisa mengetahui golongan darah kita dengan lengkap. Proses ini tidak dipungut bayaran alias gratis, kita pun beramal dengan mendonorkan darah kita, serta biasanya pihak PMI akan memberikan bingkisan (bisa juga berupa makanan) sebagai tanda terima kasih.
Mengenali golongan darah kita lengkap dengan rhesusnya
adalah penting, agar tidak terjadi masalah ketika kita membutuhkan transfusi
darah. Ada baiknya kita mengetahui tipe darah kita sejak dini, hanya sekedar
untuk berjaga-jaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar